Pesta pernikahan Jacelyn, adik Lila tinggal
menghitung hari, dan Lila belum juga punya kandidat untuk jadi
pendampingnya nanti. Mama Lila sudah wanti-wanti untuk mengenalkan
pacarnya sekalian ke keluarga besar. Tanpa lupa mengingatkan bahwa
sekarang umurnya sudah hampir mencapai tiga puluh tahun. Dalam hati Lila
membatin,
“Mangnya napa umur hampir tiga puluh??? Gw yang lom kawin kok
orang laen yang repot? Jadinya kan kalo diingetin terus-terusan kayak
begini, maw ga maw gw jadi ikutan mikir jugaaaaa… Arghhhh!”
Lila
menjambak rambutnya yang makin cekot-cekot dengan brutal.
Tiba-tiba
terdengar suara Mas Joko CS kantornya dengan nada khawatir,
“Aduh mBak,
jangan dijambak-jambak itu rambutnya, nanti saya ambilkan obat sakit
kepala saja kalau migrennya kambuh ya…”
Lila hampir terlonjak, tak
menyangka masih ada orang di kantor jam lembur begini.
“Eh, Mas Joko, ga
usah Mas, makasih saya ada kok. Belom pulang Mas? Ini kan udah Jam
delapan? Biasanya jam enam sudah pulang kan?”
Kali ini Mas Joko yang
hampir terlonjak melihat penampakan di depannya.
Bagaimana tidak kaget
melihat rambut Lila jigrak tidak karuan gara-gara dijambak-jambak tadi,
dengan mata agak memerah. Kayak film horor hiiii… Mas Joko merinding
sendiri, dan reflek menengok kiri kanan dan terakhir ke kaki Lila.
Mukanya pucat seketika, kaki Lila ga menyentuh tanah!!!
Ya
iyaaaalaahhhh… Wong disitu pake karpet kok, mana bisa donk nyentuh tanah
hihihihi… Paling banter juga nyentuh tegel.
“Belom nih mBak, saya tadi
baru pulang diminta temenin ke Mangga Dua sama Mas Syaiful, benerin
komputer bantuin angkut-angkutnya.”
Lila mengangguk-angguk, shiluetnya
makin mengerikan saja. Mas Joko meringis-ringis seram.
“Ya sudah, saya
permisi pulang duluan yah mBak.” Katanya minta diri cepat-cepat, takut
Lila berubah jadi kuntilanak hehehheee…
Begini nih kalau kebanyakan
nonton film horor.
“Iya Mas silakan, aku juga bentar lagi balik negh,
puyeng banget kepala,” katanya sembari membereskan rambutnya dengan
jemari.
Diaduk-aduknya isi tas mencari sisir, sadar juga dia ternyata
rambutnya ga karu-karuan. Lima belas menit kemudian dia sudah berjalan
lunglai, pulang.
=======================================================================
Hari H, Jacelyn kelihatan cantik sekali, manglingi kalau kata orang Jawa
bilang. Lila menatap sedikit iri, bagaimanapun dia perempuan normal
yang mendambakan hidup seperti perempuan lain seusianya yang kebanyakan
sudah memomong anak. Lila menarik napas berat dan membuangnya dengan
keras, membuat perias pengantinnya menengok sekilas dan tersenyum samar.
“Kenapa bukan gw yang duduk disituw? Gw kan juga ga jelek-jelek amat.
Hu uh! Sebal! Aaarrrrggghhh!” batinnya dalam hati.
Sejurus kemudian
ibunya masuk ke kamar pengantin, demi melihat Jacelyn beliau terpekik
girang.
“Duh! Duh! Anakku sudah cantik begini… Semoga perkawinan kalian
langgeng ya sayang…” katanya sambil mencium kening
Jacelyn.
Sejurus kemudian, dia tiba-tiba berbalik pada Lila.
“Lila,
mana calonmu? Kamu sudah janji kan akan mengenalkannya pada seluruh
keluarga besar hari ini? Mama sudah bilang loch sama MC-nya untuk diberi
space special buat perkenalan kalian,” katanya dengan nada biasa saja.
Tetapi di kuping Lila, bagai godam besar menghantam gong maha dahsyat.
“Mama! Kok ga bilang-bilang bikin begituan? Batalin, batalin! Lagian,
Lila kan ga janji, Mama sendiri yang nyimpulin begitu. Lila juga ga tahu
apa calon Lila bakalan bisa datang atow engga…” Lila meracau putus asa
dan panik.
Mama mendelik,
“Pokoknya Mama ga mau tahu, semua harus
berjalan sesuai rencana. Eits!” telunjuk Mama mengacung ke udara,
“No
but!”
Lila menghembuskan nafas geram, bila sudah begini Mama tak akan
lagi bisa dibantah. Lila kadang benci sifat Mama yang sepertinya tidak
mau mengerti perasaan dia. Ingin menangis, ingin marah, putus asa,
panik, semua rasa bercampur menjadi satu. Lila akhirnya pasrah, sudahlah
apapun yang akan terjadi, terjadilah…
Sebuah ketukan terdengar di kamar Lila. Lila yang terpekur dikamarnya
tak berani keluar, seram membayangkan pertanyaan-pertanyaan dari kaum
kerabat yang sudah mendapatkan informasi dari sumber yang dapat
dipercaya (baca, Mama) bahwa dia akan mengenalkan arjunanya malam ini.
Dia merasa terintimidasi akut.
“Yang begini nih yang disebut kekerasan
dalam rumah tangga,” batinnya gemas.
Terdengar lagi ketukan di pintu
kamarnya agak sedikit lebih keras.
“Ya, sebentar!” dengan langkah
lunglai Lila berjalan menuju pintu.
Diputarnya kunci dengan
malas-malasan. Begitu pintu terbuka, sesosok manusia berpakaian jas
menyeruak masuk ke kamarnya. Hampir saja Lila terpelanting karena
terdorong oleh sosok itu.
Lila ternganga karena kaget, matanya membeliak
namun tak ada suara yang keluar dari mulutnya. Tangannya refleks
menutup pintu kamar dan menguncinya rapat-rapat.
“What’s this all mean…?!”
serunya setelah agak reda dari keterkesimaannya.
Sosok didepannya hanya
tersenyum-senyum sambil mengangkat-angkat alis.
“Hehehhee… Gimana? Gw
cakep ga? Udah pantes lom jadi calonnya eloe?” Lila menatap jijik kearah
Reva.
“Loe bener-bener gila Re, serius! Loe butuh rehabilitasi!
Tuhaaannn kenapa gw dikasih sobat segila dia…” serunya meratap-ratap.
Reva hanya tersenyum penuh arti, bahkan terlihat puas karena bisa
mendedikasikan dirinya demi membantu sahabatnya tercinta.
“Listen to me honey, believe me it’s a very much crazy and ridiculous idea that you have made! Keluarga gue kenal loe dari ujung rambut ampe ujung kaki, biarpun loe
nyamar pake karung goni di kepala loe, keluarga gw bakalan tau loe tuh
Reva! Biarpun to**t loe ga semenonjol cewek-cewek normal, tapi mereka
akan tetep tau loe cewek!!! Jangan fikir hidup gw ini sinetron picisan
yang orang bisa nyamar cuman dengan dipasangin wig aja dan orang-orang
ga bakalan kenal siape eloe!!! Aduhhhh Reva… Gw ga tauw musti ngomong
apa lagi… Loe emang bener-bener gila…”
Lila akhirnya hanya terpekur
lemas dipinggiran tempat tidur, ditingkahi tatapan Reva yang full
cengengesan.